Selasa, 03 Januari 2012

Secangkir Kopi Itu....


Tidak biasanya pagi  ini ku ingin minum secangkr kopi hitam. Padahal kebiasaan ini sudah agak lama aku tinggalkan. Ketika itu secangkir kopi ku jadikan teman begadangku sambil berdiskusi  dengan sesama teman-teman aktivisku dulu membahas beragam topik mulai  topik filsafat, sosial, budaya,  agama, ekonomi, hingga politik. Atau hanya sekedar pelengkap  untuk ngobrol-ngobrol ringan di pinggir jalan ketika sore hari sekedar untuk melepas lelah sambil menikmati hilir mudiknya kendaraan yang berpacu waktu. Tertawa riang, bersenda gurau tanpa beban.  Ah..secangkir kopi itu.

Saat ini ia telah hadir di depanku. Tapi aku sendiri, tidak ada teman berdiskusi juga ngobrol-ngobrol ringan. Temanku itu ya..secangkir kopi hitam itu. Kuhirup tegukan kopiku hitamku yang masih panas... sungguh sangat nikmat,  kurasakan ketulusan gula di dalamnya ketika ia tetap ikhlas walau tak pernah disebut namanya bersanding dengan kopi. Ku rasakan  panasnya sungguh membakar asa dan ambisiku akan cita yang belum tercapai. Kandungan kafeinnya sangat terasa menghentak denyut nadi dan detak jantungku untuk senantiasa berpacu denga waktu.  Harum wanginya yang menggoda sadarkan aku untuk senantiasa memberikan kebaikan pada orang lain.

Secangkir kop hitam ini...,  mengingatkan ku akan sebuah email yang sempat aku terima. Ya..tentang kopi. Katanya  kopi  ketika bersua dengan air yang sangat panas walau mungkin ia rasakan sakit, ia tak melarikan diri, tapi justru ia justru mampu merubah dirinya menjadi sesuatu yang sangat nikmat. Ia mampu bermetamorfosa menjadi lebih baik justru ketika ia menemukan kesulitan. Ah .. rasanya aku malu pada serbuk-serbuk kopi itu.

Mengingatkanku juga pada  tulisan Dee dalam Filosofi Kopinya. Ia bertutur dengan penuh makna bahwa kita tidak bisa menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apapun kopi, ya tetap kopi ia punya sisi pahit yang tak bisa dipisahkan dari rasa manis. Ia senantiasa bersanding saling mengisi, saling melengkapi.  Betul,  bahwa perjalanan ini tak bisa lepas dari tawa dan tangis. Kita punya lembaran kopi namun disebelahnya ada lembaran gula.

Aow..panas...! tak kusengaja tanganku menyenggol secangkir kopi itu. Pansnya telah mengusik imaginasiku mengembalikanku pada alam alam realitas, ya bahwa hidup harus down to erath. “Setinggi apapun hayalmu, tapi kakimu harus tetap menginjak bumi.”  Kira-kira demikian kopi itu menegurku.

Ku tengok cangkir yang kutumpahkan tadi, tenyata isinya tinggal setengah. Ia pun berbisik,  jangan pesimis ini “masih” setengahnya lagi, bukan” tinggal” setengahnya lagi..! Ini pun menghentak motivasiku yang terkadang rapuh dan sering ingin meneyerah. Setengah isi kopi itu semakin menyadarkanku bahwa harapan akan selalu ada.

Kuhirup seteguk lagi.., kurasakan kembali kenikmaatannya. Sekali lagi ia berbisik..janganlah kau berterimakasih kepadaku. Tapi berterimkasihlah pada yang telah membuatku. Karena hakikatnya yang telah memberimu kenikmatan bukanlah aku, tapi Dia. Tak kuasa ku tahan tetes air mataku ini. Ya Rabb...terimakasih atas segala kenikmatan yang telah Kau berikan. Dalam secangkir kopi ini ingin ku baca tanda-tanda-Mu, ingin ku baca lafad asma-Mu. Ingin ku raih nikmat-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar